Seorang teman pernah bertanya, “Bagaimana hidup menurut Kamu?”. Saya menjawab, “Hidup itu seperti menulis buku cerita”. Istimewanya dalam hal ini penulis buku merangkap menjadi tokoh utama.

Sebagian besar tokoh utama umumnya menginginkan cerita yang menyenangkan dan membahagiakan di sepanjang cerita yang disajikan dalam tiap lembar buku. Namun penulis buku tentu saja ingin membuat cerita yang menarik dan disukai pembaca, dan pemaparan kebahagiaan tokoh utama dari awal sampai akhir cerita bukanlah suatu hal yang menarik. Cerita yang menarik biasanya menceritakan perjuangan dan penderitaan yang diakhiri dengan kebahagiaan si tokoh utama, atau bisa selang-seling, menderita bahagia menderita bahagia ….. bahagia, yang paling penting ujungnya bahagia, karena kebanyakan pembaca tentu saja menginginkan happy ending story.

Menurut Saya penulis Buku yang baik, adalah penulis yang jujur dan menggunakan hati nuraninya. Dia tidak terlalu peduli apakah cerita ini akan disukai orang yang membacanya atau tidak. Dengan begitu akan terlahir sebuah cerita yang manusiawi, wajar, dan sangat realistis, bukan melodrama yang didramatisir secara berlebihan, seperti kebanyakan cerita yang disajikan di acara televisi kesayangan mayoritas Ibu RT(termasuk Ibu Saya) dari pukul 6-10 malam. Karena sejatinya yang menjadi perhatian baginya bukanlah malang atau baiknya nasib yang menimpa suatu tokoh, tetapi bagaimana si tokoh tersebut menyikapi nasib yang dijalaninya. Sebuah cobaan yang tidak mengenakan apabila dijalani si tokoh dengan sikap yang manusiawi dan wajar dalam hal ini sabar dan ikhlas tentu saja akan menimbulkan semangat dan kebahagiaan tersendiri kepada pembacanya bukan sebuah ratapan yang mendayu-dayu, yang kadang-kadang dihubung-hubungkan dengan kemalangan yang sedang dideritanya. Begitu juga dengan kebahagiaan bila disikapi dengan manusiawi dan wajar dalam hal ini bersyukur dan bahagia tanpa berlebihan, tentu saja akan membawa pembaca untuk lebih menyadari apa yang telah diperolehnya saat ini, bukan menjebak pembaca dalam khayalan kebahagiaan yang terlalu tinggi.

Tidak seperti menulis Buku biasa, si penulis tahu kapan cerita itu akan berakhir, penulis buku kehidupan tidak pernah tahu kapan cerita ini berakhir, mungkin cerita yang sedang ditulis dan dijalaninya ini barulah lembaran awal buku, atau mungkin juga halaman terakhir dari buku tersebut. Sebagai penulis cara terbaik adalah menulis dengan sepenuh hati seolah-olah Dia berada pada lembar akhir buku. Jikalau sekarang memang lembaran terakhir, ya setidaknya ceritanya ditutup dengan sebuah makna, dan jika bukan, tentu saja akan lebih baik, karena setiap lembar buku akan diisi dengan makna.